Langsung ke konten utama

Tafsir Al Maun

Surat ini adalah Makkiyyah. Dinamakan dengan surat al-Maa’uun karena mengandung kata al-Maa’uun, yaitu di ayat terakhir.

Firman Allah swt;

أَرَأَيْتَ الَّذِي يُكَذِّبُ بِالدِّينِ

Arti Kalimat: Tidakkah engkau melihat orang yang mendustakan (hari) pembalasan?

Ucapan aro-ayta artinya adalah : tidakkah engkau melihat. Bisa juga diartikan: kabarkan kepadaku, bagaimana pendapatmu tentang…

Makna ad-Diin dalam ayat ini artinya adalah ‘pembalasan’, sebagaimana firman Allah:

مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ

Yang Menguasai hari pembalasan (Q.S al-Fatihah ayat 4)

Firman Allah swt;


يَوْمَئِذٍ يُوَفِّيهِمُ اللَّهُ دِينَهُمُ الْحَقَّ

Pada hari tersebut Allah menyempurnakan pembalasan untuk mereka secara haq (adil)…(Q.S anNuur ayat 25)

Orang-orang Kafir tidak meyakini bahwa mereka akan dibangkitkan pada hari kiamat untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Para penentang dakwah Rasul bertanya dengan maksud mengejek: Apakah mungkin kami akan dibangkitkan?! Hal itu sebagaimana disebutkan dalam beberapa ayat dalam al-Qur’an:

أَيَعِدُكُمْ أَنَّكُمْ إِذَا مِتُّمْ وَكُنْتُمْ تُرَابًا وَعِظَامًا أَنَّكُمْ مُخْرَجُونَ (35) هَيْهَاتَ هَيْهَاتَ لِمَا تُوعَدُونَ (36) إِنْ هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا نَحْنُ بِمَبْعُوثِينَ (37)

Apakah dia (Rasul) menjanjikan bahwa jika kalian mati berkalang tanah dan berupa tulang belulang, kalian akan dikeluarkan (dari kubur). Sungguh jauh hal yang dijanjikan kepada kalian itu. Tidaklah kehidupan kita kecuali dunia, kita mati dan hidup. Dan kita tidak akan dibangkitkan (Q.S al-Mu’minuun ayat 35-37)

قَالُوا أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ (82) لَقَدْ وُعِدْنَا نَحْنُ وَآَبَاؤُنَا هَذَا مِنْ قَبْلُ إِنْ هَذَا إِلَّا أَسَاطِيرُ الْأَوَّلِينَ (83)

Mereka berkata: Apakah jika kita mati berupa tanah dan tulang belulang, kita akan dibangkitkan? Kami dan nenek moyang kami sudah dapat peringatan demikian sebelumnya (sudah sejak lama). Tidaklah itu kecuali hanyalah dongeng-dongeng orang terdahulu (Q.S al-Mu’minuun ayat 82-83)

Orang yang mendustakan hari pembalasan berarti ia tidak percaya akan adanya pahala dan dosa, Surga dan Neraka. Sehingga ia berbuat semaunya, tidak peduli dengan perintah dan larangan Allah, karena tidak yakin bahwa ia akan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Firman Allah swt;

فَذَلِكَ الَّذِي يَدُعُّ الْيَتِيمَ

Arti Kalimat: Itu adalah (orang) yang menghardik (mendorong dengan keras) anak Yatim

Kata yadu’-u maknanya adalah menolak atau mendorong dengan kasar dan keras. Bisa secara fisik dengan perbuatan, bisa juga dengan ucapan yang menyakitkan dan merendahkan. Ini adalah sikap orang-orang yang tidak percaya dengan hari pembalasan. Ia melihat anak Yatim –anak yang belum baligh dan ayahnya telah meninggal- adalah pihak yang tidak berdaya, tidak akan mungkin bisa membalas perbuatannya, karena itu ia bertindak sewenang-wenang.

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa sikap ‘mendorong dengan kasar’ anak Yatim tersebut adalah karena kekerasan hatinya. Sungguh benar yang beliau nyatakan. Karena kedua sifat yang disebut dalam surat ini, yaitu menghardik anak Yatim dan tidak menganjurkan orang untuk memberi makan orang miskin adalah penyebab kerasnya hati. Sebaliknya, bersikap baik kepada anak Yatim dan memberi makan orang miskin adalah anjuran Nabi shollallahu alaihi wasallam bagi yang ingin melunakkan hatinya:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَجُلًا شَكَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَسْوَةَ قَلْبِهِ فَقَالَ امْسَحْ رَأْسَ الْيَتِيمِ وَأَطْعِمِ الْمِسْكِينَ

Dari Abu Hurairah –radhiyallahu anhu- bahwa seorang laki-laki mengadukan kepada Nabi shollallahu alaihi wasallam perihal kekerasan hatinya. Maka Nabi shollallahu alaihi wasallam bersabda: Usaplah kepala anak Yatim dan berikanlah makanan kepada orang miskin (H.R Ahmad, dinyatakan bahwa rijalnya adalah rijal as-Shahih oleh al-Mundziri dalam atTarghib wat Tarhiib dan dinyatakan shahih li ghoirihi oleh al-Albaniy)

Dalam ayat yang lain Allah melarang sikap sewenang-sewenang, kasar, dan dzhalim kepada anak Yatim:

فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ

Adapun terhadap anak Yatim, maka janganlah engkau bersikap sewenang-wenang (Q.S ad-Dhuha ayat 9)

Firman Allah swt;

وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ

Arti Kalimat: dan dia tidak menganjurkan (orang lain) untuk memberi makan kepada kaum miskin

Sikap buruk orang yang disebut dalam surat ini tidak sekedar menghardik anak Yatim, namun juga tidak mau menganjurkan orang lain untuk memberi makan orang miskin. Jika sekedar menganjurkan orang lain saja ia tidak mau, terlebih lagi dia sendiri tidak akan mau untuk memberi makan kepada orang miskin (Tafsir as-Sa’di).

Dua perbuatan buruk yang disebut di ayat 2 dan 3 surat al-Maa’uun ini adalah sepasang perbuatan yang juga dicela oleh Allah dalam ayat yang lain:

كَلَّا بَلْ لَا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ (17) وَلَا تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (18)

Sekali-kali tidak. Bahkan kalian tidak memuliakan anak Yatim. Dan kalian benar-benar tidak menganjurkan (orang lain) untuk memberi makan orang miskin (Q.S al-Fajr ayat 18-19)

Demikianlah sikap orang-orang yang tidak beriman akan datangnya hari kiamat.

Sangat jauh berbeda dengan kaum beriman, mereka suka memberi makan kepada orang miskin dengan ikhlas karena takut akan datangnya hari kiamat:

وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَى حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا (8) إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا (9) إِنَّا نَخَافُ مِنْ رَبِّنَا يَوْمًا عَبُوسًا قَمْطَرِيرًا (10)

Dan mereka memberikan makanan yang dicintainya kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan perang. (Ia berkata dalam hati) Sesungguhnya kami memberi makan kepada kalian untuk mengharapkan Wajah Allah (ikhlas). Kami tidak mengharapkan balasan (dari manusia) dan tidak pula ucapan terima kasih. Sesungguhnya kami takut kepada Rabb kami, akan datangnya suatu hari ketika) orang-orang berwajah muram penuh kesulitan (Q.S al-Insaan ayat 8-9)
(faidah penjelasan Syaikh Muhammad Athiyyah Salim yang melanjutkan penulisan Tafsir Adhwaa-ul Bayaan)


Undangan makan-makan (Walimah pernikahan) adalah tercela jika mengkhususkan hanya untuk orang kaya, sedangkan orang miskin dihalangi dari menghadirinya.

Nabi shollalahu alaihi wasallam bersabda:

شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُمْنَعُهَا مَنْ يَأْتِيهَا وَيُدْعَى إِلَيْهَا مَنْ يَأْبَاهَا

Seburuk-buruk makanan adalah makanan saat walimah yang dilarang hadir orang yang mendatanginya (orang miskin), dan diundang orang yang enggan hadir (orang kaya) (H.R Muslim dari Abu Hurairah)

Abu Hurairah radhiyallahu anhu menyatakan:

شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا الْأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ

Seburuk-buruk makanan adalah makanan walimah, yang diundang (hanya) orang-orang kaya dan kaum fakir ditinggalkan (H.R al-Bukhari dan Muslim)

Penyebutan sikap menghardik anak Yatim dan tidak menganjurkan memberi makan kepada orang miskin itu adalah sekedar penyebutan contoh terhadap 2 hal, yaitu: mengerjakan hal yang tercela (menghardik anak Yatim) dan meninggalkan perbuatan baik (menganjurkan memberi makan orang miskin).

Jika disebutkan pada ayat ini 2 obyek yang jadi sasaran adalah anak Yatim dan orang miskin, karena kedua pihak itu adalah pihak yang lemah tak berdaya. Jika mereka diberi bantuan atau kebaikan, mereka tidak akan bisa membalas secara langsung dalam bentuk yang terlihat di dunia karena kelemahan mereka, dan jika mereka disikapi dengan perbuatan buruk, mereka tidak punya kemampuan membalas perbuatan buruk itu. Sikap berbuat baik kepada pihak-pihak yang lemah ini atau menjaga diri untuk tidak menyakiti mereka, sebenarnya didasari oleh keimanan bahwa setiap perbuatan baik atau buruk kepada pihak manapun Allahlah yang akan membalasnya. Maka bagi orang yang tidak beriman terhadap balasan dari Allah itu, mereka akan bertindak sewenang-wenang (disarikan dari faidah penjelasan Syaikh Muhammad Athiyyah Salim dalam Tatimmah Adhwaail Bayaan)


Firman Allah SWT:

Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang salat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya.
Kata wail bermakna: Siksa bagi mereka. Sebagian ahli tafsir berkata: mereka adalah orang yang mengakhirkan shalat dari waktunya, dan mereka tidak menunaikan shalat kecuali setelah keluar waktunya.
Diriwyatkan oleh Abu Ya’la di dalam musnadnya dari hadits riwayat Mus’ab bin Sa’d dari Sa’id bin Abi Waqqas berkata: Aku berkata kepada bapakku: Wahai bapakku, bagaimanakah pendapatmu tentang firman Allah SWT:

(yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya.
Siapakah di antara kita yang tidak lupa dan tidak membisikkan sesuatu pada dirinya?. Dia berkata: Bukan itu maksudnya adalah menyia-nyiakan waktu shalat, dia lalai sehingga menyia-nyiakan waktu shalat.[1]
Allah SWT berfirman;

Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (QS. Maryam: 59).
Dan ulama yang lain berkata: Mereka meninggalkan shalat dan tidak pula menunaikannya. Penafsiran ini datang dari Ibnu Abbas. Dan ada yang berkata: Mereka adalah orang-orang munafiq yang meninggalkan shalat secara rahasia dan menjalankannya secara terang-terangan saja.[2]
Ibnu Katsir rahimhullah berkata: Maksudnya adalah mereka selalu atau biasanya meninggalkan shalat sampai akhir waktunya, atau mereka tidak mengerjakan shalat dengan sempurna baik dalam rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, mereka tidak mengerjakannya sesuai dengan apa yang diperintahkan, atau mereka tidak khusyu dalam menjalankan shalat dan tidak pula merenungi makna yang terkandung di dalamnya. Makna lafaz yang disebutkan oleh Al-Qur’an tersebut mencakup semua makna ini. Maka setiap orang yang memiliki sifat seperti ini berarti dia termasuk dalam bagian yang disebutkan di dalam ayat di atas, dan barangsiapa yang memiliki prilaku seperti semua prilaku yang disebutkan di dalam penafsiran ayat di atas maka sempurnalah bagiannya dalam keburukan tersebut. Yaitu kesempurnaan nifaq yang bersiat amali, sebagaimana disebutkan di dalam riwayat Muslim dari Anas bin Malik bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Itulah shalatnya orang munafiq, duduk menunggu bulan, sehingga apabila telah sampai pada dua tanduk setan maka diapun bangkit dan shalat dengan cepat empat rekaat, tidak menyebut Allah padanya kecuali sedikit”.[3]
Mereka mengerjakan pada waktu yang dimakruhkan, kemudian dia mengerjakannya pada waktu tersebut, mereka mengerjakannya dengan cepat sama seperti burung gagak mematuk, tidak thum’aninah dan tidak pula khusyu’, oleh karena itulah Rasulullah SAW bersabda: “...tidak menyebut Allah padanya kecuali sedikit”. Dan semoga yang mendorong mereka melakukan hal itu adalah untuk berbuat riya’ di hadapan orang lain bukan untuk mengharapa keredhaan Allah SWT, hal itu sama saja dengan tidak shalat secara keseluruhan. Allah SWT berfirman:

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.(QS. Al-Nisa’: 142).
Dan di dalam ayat ini Allah SWT berfirman:  (الَّذِينَ هُمْ يُرَاؤُونَ)[4]
          Firman Allah SWT:

“orang-orang yang berbuat ria. dan enggan (menolong dengan) barang berguna”. Artinya mereka tidak berbuat ihsan dalam beribadah kepada Tuhan mereka dengan mewujudkan keikhlaskan dalam beribadah kepada Allah SWT, dan tidak pula berbuat ihsan kepada makhluk -Nya  walaupun dengan memberikan pinjaman barang yang bisa dimanfaatkan, dan bisa digunakan untuk keperluan tertentu padahal wujud barang tersebut tetap serta akan dikemblikan kepada mereka selaku pemilik, seperti meminjam bejana, ember dan parang. Maka orang yang bertipe seperti ini akan lebih gampang dalam meninggalkan zakat dan ibadah lainnya.

Di antara pelajaran yang dapat dipetik dari ayat ini adalah:
Pertama: Ayat ini menjelaskan tentang anjuran memberi makan kepada orang miskin dan anak yatim. Diriwyatkan oleh AL-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Sahl bin Sa’d bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Aku bersama orang yang menanggung anak yatim seperti ini”. Dan beliau menjadikan jari telunjuk berjejeran dengan jari tengah.[5]
Diriwyatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abi Hurairah RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Orang yang berusaha untuk kebutuhan wanita janda dan miskin seperti seorang mujahid di jalan Allah”, dan aku menyangka beliau bersabda: “Seperti orang yang bangun malam tanpa merasa putus asa dan orang yang puasa yang tidak pernah meninggalkannya”.[6]
Kedua: Anjuran untuk menunaikan shalat pada waktunya. Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya salat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (QS. Al-Nisa’: 103)
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya dari Abdullah bin Mas’ud RA berkata: Aku bertanya kepada Nabi Muhammad SAW: Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah?. Beliau SAW bersabda: Shalat tepat pada waktunya”.[7]
Ketiga: Anjuran untuk mengerjakan kebajikan, dan berbuat baik kepada orang lain dengan memberikan meminjam harta walaupun kecil, seperti  meminjamkan bejana, timba, buku, parang dan yang lainnya sebab Allah mencela orang yang tidak berbuat demikian.
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya dari Ibnu Amr bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Empatpuluh kebaikan, dan yang paling tinggi adalah menghadiahkan seekor kambing betina. Tidaklah seseorang mengerjakan salah satu dari bagian tersebut karena mengharap pahala dari Allah dan percaya akan dijanjikan kecuali Allah akan memasukkannya ke dalam surga”.[8]
Hasan berkata: Maka kami kembali dan menghitung apa saja yang termasuk dalam pemberian yang nilainya di bawah kambing betina, seperti menjawab salam, mendo’akan orang yang bersin, menjauhkan gangguan dari jalan umum dan yang lainnya, dan kami tidak mampu menyebut lima belas kebaikan.[9]
Keempat: Anjuran untuk berbuat ikhlas dalam beramal dan waspada terhadap riya dan sum’ah, sebagaimana firman Allah tentang sifat orang-orang yang beriman:

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. (9)Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. (QS. Al-Insan: 8-9)
Diriwyatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits riwayat Jundub RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Barangsiapa yang memperdengarkan amal baiknya maka Allah akan memperdengarkannya dan barangsiapa yang memperlihatkan amal baiknya maka Allah akan memperlihatkan amal baiknya di hadapan orang lain”.[10]
Maknanya adalah barangsiapa yang senang memperdengarkan amal baiknya maka Allah akan menyingkapnya dan menjelaskan serta mambuka kedoknya di hadapan masyarakat bahwa orang tersebut tidak ikhlas dalam berbuat namun dia ingin memperdengarkan kebaikannya agar manusia memujinya atas ibadah yang telah dikerjakannya begitu pula dengan orang yang memperlihatkan amal baiknya maka Allah pun akan memperlihatkan amal tersebut di hadapan orang lain dan menyingkap kedoknya baik cepat atau lambat.
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad SAW dan kepada keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.


[1] Abu Ya’la di dalam musnadnya: 1/336 no: 700 dan Al-Munziri berkata di dalam kitab       targib wat tarhib: 1/441; sanadnya hasan.
[2] Lihat tafsir Ibnu Katsir: 4/554
[3] HR. Muslim: no: 622
[4] Tafsir Ibnu Katsir: 4/554
[5] Al-Bukhari no: 6005
[6] Shahih Muslim: no: 2982 dan ini adalah lafaz Muslim dan Al-Bukhari no: 6007
[7] Al-Bukhari no: 527 dan Muslim: no: 85
[8] Al-Bukhari: no: 2631
[9]  Halaman: 497
[10] Al-Bukhari : no: 6499 dan Muslim: no: 2987


sumber:
http://www.happyislam.com/2015/10/kajian-tafsir-surat-al-maun.html
https://matericeramahdankultum.blogspot.co.id/2014/12/merenungi-tafsir-surat-al-maun.html

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Orang Tua Dulu Bisa Mengasuh Anak Tanpa Ilmu Parenting?

Ada banyak versi jawaban terkait hal ini. Berikut ini hanya salah satunya saja, versi pribadi. Bisa jadi sangat kontroversial. Silahkan diskip jika tidak sepakat. Atau disebarkan, jika manfaat. Mungkin, pengasuhan orang tua kita zaman dulu berhasil, tanpa ikut seminar parenting, karena kesholihan mereka. Suksesnya pengasuhan seorang anak itu karena hidayah Allah. Bukan karena keahlian orang tuanya, atau keahlian konsultan, psikolog, dsb. Jika demikian, maka cara utama tuk mengasuh anak adalah dengan mendekat ke Sang Pemilik Hidayah. Menjadi orang tua sholih. Sholih bukan hanya terbatas rajin sholat, rajin sedekah, rajin ke masjid dll. Tapi sholih yang utama juga termasuk ibadah hati berupa tulus ikhlas, syukur, dan sabar. Mungkin orang tua kita zaman dulu tidak banyak jumlah ngaji dan sholatnya. Tapi bisa jadi setiap kalinya dilakukan dengan hati penuh ikhlas, syukur, dan sabar. Maka itulah penyebab datangnya hidayah Allah, dalam pertumbuhan anak-anak mereka. Atau juga mung

Bahaya Hidup Sederhana bagi Anak?

Menurut Psikolog David J Bredehoft PhD, anak yang tidak terdidik hidup sederhana akan mengakibatkan, di antaranya; 1. Selalu ingin hadiah segera 2. Tidak mampu mengendalikan diri 3. Makan berlebihan 4. Tidak bertanggung jawab 5. Tidak paham apa itu "cukup", dll. Dalam islam sendiri, ajaran hidup sederhana erat kaitannya dengan pembentukan karakter syukur. Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia juga tidak akan mensyukuri yang banyak.  [HR. Ahmad, 4/278] Anak yang tidak bisa mensyukuri makan nasi tempe tahu, akan sulit mensyukuri makanan yang lebih mewah daripada itu. Anak yang tidak bisa mensyukuri jatah gadget 15 menit sehari, akan sulit bersyukur dikasih jatah gadget berapa lama pun. Anak yang tidak bisa mensyukuri liburan murah meriah, akan sulit bersyukur ketika diajak liburan mewah. Akhirnya anak tidak tahu apa itu cukup, dan sulit bahagia kecuali level rewardnya dinaikkan terus. Dalam mendidik kesederhanaan, orang tua harus menjadi teladan.

Doa Menolak Wabah Penyakit

اللهم إن هذا المرض جند من جنودك Allahumma inna hadzal marodho jundun min junuudika تصيب به من تشاء وتصرفه عمن تشاء Tushiibu bihi man tasyaaa', wa tashrifuhu 'an man tasyaaa' اللهم فاصرفه عناوعن بيوتنا وعن والدينا وازواجنا واهلنا وبلادنا وبلادالمسلمين و كل بلاد Allahumma fashrifhu 'annaa wa 'an buyuutinaa wa 'an waalidiinaa wa azwajinaa wa ahlinaa wa bilaadinaa wa bilaadil muslimiin wa kulli bilaad وحفظها مما نحافه ونحذر Wahfazhnaa mimmaa nakhoofuhu wa nahdzar فانت خير حافظ وانت ارحم الراحمين Fa Anta khoirun haafizho Wa Anta arhamur raahimiin Ya Allah, sesungguhnya penyakit ini adalah salah satu tentaramu Engkau timpakan kepada siapa saja yang Engkau kehendaki, dan Engkau hindarkan darinya siapa saja yang Engkau kehendaki Ya Allah, hindarkanlah penyakit ini dari kami, dari rumah-rumah kami, hindarkan dari orang tua kami, pasangan-pasangan kami, keluarga kami, dari negeri kami dan negeri kaum muslimin dan dari seluruh negeri. Dan lindungilah kami d