Langsung ke konten utama

Sajadah sebagai Sutrah


Pertanyaan:

Assalaamu ‘Alaikum, apakah batas sajadah bisa dianggap sebagai sutrah? (Azhar)

Jawaban:

Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh. Bismillah wal hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ‘ala Aalihi wa Ashhabihi wa man waalah, wa ba’d:

Jumhur (mayoritas) ulama mengatakan meletakkan sutrah di hadapan orang yang shalat adalah sunah, tanpa menggunakan sutrah shalatnya tetap sah, tetapi dia telah meninggalkan sunah. Segolongan lain mengatakan wajib memakai sutrah. (Penjelasan lebih lengkap tentang hukum sutrah silakan di search di website ini)

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahullah berkata:

…لكن ليست واجبة إنما هي سنة، فمن صلى بدون سترة صلاته لا حرج.

“… Tetapi sutrah itu bukan kewajiban, itu hanyalah sunah, maka siapa saja yang shalat tanpa sutrah maka tidak apa-apa.” (Fatawa Nuur ‘Ala Ad Darb, 9/307)

Dalam kesempatan lain, Beliau juga mengatakan:

فالحاصل أن هذا الحديث الذي فيه الخط لا بأس به على الصحيح، وهو عند الحاجة وعند عدم تيسر الجدار والعصا المنصوبة يخط خطا، وليست السترة واجبة، فلو صلى إلى غير سترة صحت صلاته، ولكن يكون ترك السنة

Kesimpulannya, hadits ini menunjukkan bahwa yang benar adalah membuat sutrah dengan garis adalah tidak apa-apa, yaitu ketika memang hal itu dibutuhkan dan ketika sulit mendapatkan dinding dan tongkat untuk membuat sebuah garis, dan sutrah bukanlah kewajiban, seandainya shalat tanpa memakai sutrah maka shalatnya tetap sah, tetapi dia meninggalkan sunah. (Ibid, 9/310)

Dan, Sutrah sudah mencukupi walau dengan garis atau ujung sajadah, namun lebih utama dengan adanya benda yang nampak setinggi pelana kuda atau lebih, seperti tas, kursi, meja, tiang, dan dinding. Berikut ini keterangan para ulama.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah berkata:

السترة للمصلي جائزة بكل شيء حتى لو كان سهماً لقول النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “إذا صلى أحدكم فليستر لصلاته ولو بسهم” ، بل قال العلماء إنه يمكن أن يستر بالخيط وبطرف السجادة بل جاء في الحديث عن النبي عليه الصلاة والسلام أن من لم يجد عصاً فليخط خطاً، كما في حديث أبي هريرة عن النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: “إذا صلى أحدكم فليجعل تلقاء وجهه شيئاً، فإن لم يجد فلينصب عصاً، فإن لم يكن معه عصاً فليخط خطاً، ولا يضره ما مر بين يديه” . رواه الإمام أحمد، وقال ابن حجر في البلوغ: ولم يصب من زعم أنه مضطرب، بل هو حسن. وكل هذا يدل على أن السترة لا يشترط أن تكون كبيرة، وإنما يكتفي فيها بما يدل على التستر.

Sutrah untuk orang shalat boleh menggunakan apa saja walau dengan busur panah, karena Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jika kalian shalat hendaknya dia membuat sutrah (penghalang) walau dengan busur panah.” Bahkan para ulama mengatakan bahwa dimungkinkan membuat sutrah dengan garis dan ujung sajadah, bahkan terdapat hadits dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa orang yang tidak memiliki tongkat, maka hendaknya dia membuat garis sebagaimana hadits Abu Hurairah dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau bersabda: Jika kalian shalat, maka hendaknya meletakkan sesuatu di hadapannya, kalau tidak menemukan pembatas gunakanlah tongkat, jika tidak ada maka buatlah garis, maka tidaklah merusakkan shalatnya orang lewat di hadapannya itu. (HR. Ahmad)

Imam Ibnu Hajar mengatakan: “Tidak benar pihak yang menyangka hadits ini mudhtharib (guncang), bahkan hadits ini hasan.” Semua ini menunjukkan bahwa sutrah tidak disyaratkan mesti dengan sesuatu yang besar, dia sudah mencukupi dengan apa-apa yang bisa menunjukkan adanya penghalang. (Majmu’ Al Fatawa war Rasail, 13/326)

Sementara kalangan Hanafiyah dan Syafi’iyah mengqiyaskan garis dengan sajadah, bahkan sajadah lebih utama karena lebih jelas batasnya.

وقاس الحنفية والشافعية على الخط المصلى، كسجادة مفروشة، قال الطحطاوي: وهو قياس أولى؛ لأن المصلى أبلغ في دفع المار من الخط . ولهذا قدم الشافعية المصلى على الخط وقالوا: قدم على الخط لأنه أظهر في المراد

Kalangan Hanafiyah dan Syafi’iyah mengqiyaskan garis dengan tempat shalatnya seperti hamparan sajadah. Berkata Ath Thahawi: ini adalah qiyas aula, karena tempat shalat lebih mengena maknanya dalam mencegah orang lewat dibanding dengan garis. Oleh karena itu, kalangan Syafi’iyah lebih mengutamakan menggunakan tempat shalat daripada garis. Mereka mengatakan: didahulukan tempat shalat daripada garis karena itu lebih pas dan mengena maksudnya. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 24/180)

sumber:
Ustadz Farid Nu`man Hasan
https://www.dakwatuna.com/2013/11/23/42583/apakah-batas-sajadah-bisa-dianggap-sebagai-sutrah/amp/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Orang Tua Dulu Bisa Mengasuh Anak Tanpa Ilmu Parenting?

Ada banyak versi jawaban terkait hal ini. Berikut ini hanya salah satunya saja, versi pribadi. Bisa jadi sangat kontroversial. Silahkan diskip jika tidak sepakat. Atau disebarkan, jika manfaat. Mungkin, pengasuhan orang tua kita zaman dulu berhasil, tanpa ikut seminar parenting, karena kesholihan mereka. Suksesnya pengasuhan seorang anak itu karena hidayah Allah. Bukan karena keahlian orang tuanya, atau keahlian konsultan, psikolog, dsb. Jika demikian, maka cara utama tuk mengasuh anak adalah dengan mendekat ke Sang Pemilik Hidayah. Menjadi orang tua sholih. Sholih bukan hanya terbatas rajin sholat, rajin sedekah, rajin ke masjid dll. Tapi sholih yang utama juga termasuk ibadah hati berupa tulus ikhlas, syukur, dan sabar. Mungkin orang tua kita zaman dulu tidak banyak jumlah ngaji dan sholatnya. Tapi bisa jadi setiap kalinya dilakukan dengan hati penuh ikhlas, syukur, dan sabar. Maka itulah penyebab datangnya hidayah Allah, dalam pertumbuhan anak-anak mereka. Atau juga mung

Bahaya Hidup Sederhana bagi Anak?

Menurut Psikolog David J Bredehoft PhD, anak yang tidak terdidik hidup sederhana akan mengakibatkan, di antaranya; 1. Selalu ingin hadiah segera 2. Tidak mampu mengendalikan diri 3. Makan berlebihan 4. Tidak bertanggung jawab 5. Tidak paham apa itu "cukup", dll. Dalam islam sendiri, ajaran hidup sederhana erat kaitannya dengan pembentukan karakter syukur. Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia juga tidak akan mensyukuri yang banyak.  [HR. Ahmad, 4/278] Anak yang tidak bisa mensyukuri makan nasi tempe tahu, akan sulit mensyukuri makanan yang lebih mewah daripada itu. Anak yang tidak bisa mensyukuri jatah gadget 15 menit sehari, akan sulit bersyukur dikasih jatah gadget berapa lama pun. Anak yang tidak bisa mensyukuri liburan murah meriah, akan sulit bersyukur ketika diajak liburan mewah. Akhirnya anak tidak tahu apa itu cukup, dan sulit bahagia kecuali level rewardnya dinaikkan terus. Dalam mendidik kesederhanaan, orang tua harus menjadi teladan.

Doa Menolak Wabah Penyakit

اللهم إن هذا المرض جند من جنودك Allahumma inna hadzal marodho jundun min junuudika تصيب به من تشاء وتصرفه عمن تشاء Tushiibu bihi man tasyaaa', wa tashrifuhu 'an man tasyaaa' اللهم فاصرفه عناوعن بيوتنا وعن والدينا وازواجنا واهلنا وبلادنا وبلادالمسلمين و كل بلاد Allahumma fashrifhu 'annaa wa 'an buyuutinaa wa 'an waalidiinaa wa azwajinaa wa ahlinaa wa bilaadinaa wa bilaadil muslimiin wa kulli bilaad وحفظها مما نحافه ونحذر Wahfazhnaa mimmaa nakhoofuhu wa nahdzar فانت خير حافظ وانت ارحم الراحمين Fa Anta khoirun haafizho Wa Anta arhamur raahimiin Ya Allah, sesungguhnya penyakit ini adalah salah satu tentaramu Engkau timpakan kepada siapa saja yang Engkau kehendaki, dan Engkau hindarkan darinya siapa saja yang Engkau kehendaki Ya Allah, hindarkanlah penyakit ini dari kami, dari rumah-rumah kami, hindarkan dari orang tua kami, pasangan-pasangan kami, keluarga kami, dari negeri kami dan negeri kaum muslimin dan dari seluruh negeri. Dan lindungilah kami d