Langsung ke konten utama

Tugas Ini Tidak Mudah

"Apabila sebuah hadis shahih, maka ia adalah mazhabku"
(Imam Syafi`i)

"Jika kalian menemukan di dalam kitabku pendapat yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah Saw maka ambillah sunnah itu dan tinggalkan pendapatku."
(Imam Syafi`i)

Ucapan Al-Syafi’i yang mengungkapkan hal ini sangat banyak dan masyhur diriwayatkan oleh murid-muridnya di Mekah, Irak dan Mesir sehingga menunjukkan keseriusan dirinya tentang hal ini. Namun perintah ini ternyata tidak terbuka untuk dilakukan oleh sembarang ahli hadits atau ahli fiqh, apalagi sembarang orang yang tidak mengusai ilmu hadis dan fiqh dengan mendalam.

Al-Hafiz Ibn Al-Shalah berkata, “Tugas ini tidak mudah. Tidak semua faqih boleh mengamalkan hadits yang dinilainya boleh dijadikan hujjah.”
[“Majmu’ Syarh Al-Muhadzab” Abu Zakaria Yahya bin Syaraf Al-Nawawi, edit: M. Najib Al-Muthi’i, [Beirut: Dar Ihya Al-Turats Al-‘Arabi 1415 H=1995 M] 1/105]

Tidak semua hadits, walaupun sahih sanadnya, siap diamalkan untuk membangun sebuah hukum halal dan haram.

Untuk itu, para ulama menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum seseorang menjalankan pesan Al-Syafi’i ini.

Abu Syamah –ahli fiqh mazhab Al-Syafi’i di Damaskus dan salah seorang murid Ibn Al-Shalah- berkata:

“Setiap hadits sahih dari Nabi Saw yang berisi hukum yang tidak dijelaskan oleh Al-Syafi’i, maka hadits itu mazhabnya tanpa ragu-ragu sebagaimana ucapannya ini. Adapun jika ada ucapannya yang bertentangan dengan hadits tersebut, maka (kondisinya) terbagi dua. Pertama, beliau tidak mengetahui hadits ini. Maka hukumnya seperti yang pertama, yakni ucapannya harus ditinggalkan dan hadits itu harus diterima sebagai mazhabnya. Hal ini jika teks hadits dengan jelas menunjukkan hukum tersebut. Adapun jika tidak jelas, atau dapat digabungkan antara isi hadits itu dengan pendapat Al-Syafi’i, maka tidak boleh (menolak pendapatnya).

Kedua, ia pernah mendengar hadits itu dan mengetahui kesahihannya lalu ia mentakwilnya, maka harus diperhatikan ucapannya. Jika ucapan itu jangan jelas dan kuat alasannya, maka ucapan itu tidak boleh ditolak, akan tetapi hadits tersebut harus ditafsirkan seperti penafsirannya. Seperti hukum membaca basmalah di dalam shalat dan penafsirannya terhadap hadits Anas yang sangat jelas menafikan bacaan itu. Begitu juga hadits batalnya puasa orang yang berbekam, sebab ia mengatakan bahwa hadits tersebut mansukh. Jika ucapannya terbuka untuk ditolak, maka hadits tersebut harus diterima seperti penafsirannya tentang kewajiban membasuh tangan hingga ke siku dalam tayamum.

Dan tidak ada yang mampu melakukan hal ini kecuali orang yang berilmu dan diakui ijtihadnya. Kepada orang inilah Al-Syafi’i menujukan ucapannya “Jika kalian menemukan di dalam kitabku pendapat yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah Saw maka ambillah sunnah itu dan tinggalkan pendapatku.” Jadi, ucapan ini bukan untuk sembarang orang.”
[“Ma’na Qaul Al-Imam Al-Muthallibi” hal.133-136.]

Imam Al-Nawawi sepakat dengan gurunya ini dan berkata, “(Ucapan Al-Syafi’i) ini hanya untuk orang yang telah mencapai derajat mujtahid madzhab. Syaratnya: ia harus yakin bahwa Al-Syafi’i belum mengetahui hadits itu atau tidak mengetahui (status) kesahihannya. Dan hal ini hanya bisa dilakukan setelah mengkaji semua buku Al-Syafi’i dan buku murid-muridnya. Ini syarat yang sangat berat, dan sedikit sekali orang yang mampu memenuhinya. Mereka mensyaratkan hal ini karena Al-Syafi’i sering kali meninggalkan sebuah hadits yang ia jumpai akibat cacat yang ada di dalamnya, atau mansukh, atau ditakhshish, atau ditakwil, atau sebab-sebab lainnya.”

Al-Nawawi juga mengingatkan ucapan Ibn Khuzaimah, “Aku tidak menemukan sebuah hadits yang sahih namun tidak disebutkan Al-Syafii dalam kitab-kitabnya.” Ia berkata, “Kebesaran Ibn Khuzaimah dan keimamannya dalam hadits dan fiqh, serta penguasaanya akan ucapan-ucapan Al-Syafii, sangat terkenal.”
[“Majmu’ Syarh Al-Muhadzab” 1/105]

Dikutip dari:
https://generasisalaf.wordpress.com/2013/06/15/memahami-qoul-imam-syafii-hadis-sahih-adalah-mazhabku-bag-2/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Orang Tua Dulu Bisa Mengasuh Anak Tanpa Ilmu Parenting?

Ada banyak versi jawaban terkait hal ini. Berikut ini hanya salah satunya saja, versi pribadi. Bisa jadi sangat kontroversial. Silahkan diskip jika tidak sepakat. Atau disebarkan, jika manfaat. Mungkin, pengasuhan orang tua kita zaman dulu berhasil, tanpa ikut seminar parenting, karena kesholihan mereka. Suksesnya pengasuhan seorang anak itu karena hidayah Allah. Bukan karena keahlian orang tuanya, atau keahlian konsultan, psikolog, dsb. Jika demikian, maka cara utama tuk mengasuh anak adalah dengan mendekat ke Sang Pemilik Hidayah. Menjadi orang tua sholih. Sholih bukan hanya terbatas rajin sholat, rajin sedekah, rajin ke masjid dll. Tapi sholih yang utama juga termasuk ibadah hati berupa tulus ikhlas, syukur, dan sabar. Mungkin orang tua kita zaman dulu tidak banyak jumlah ngaji dan sholatnya. Tapi bisa jadi setiap kalinya dilakukan dengan hati penuh ikhlas, syukur, dan sabar. Maka itulah penyebab datangnya hidayah Allah, dalam pertumbuhan anak-anak mereka. Atau juga mung

Bahaya Hidup Sederhana bagi Anak?

Menurut Psikolog David J Bredehoft PhD, anak yang tidak terdidik hidup sederhana akan mengakibatkan, di antaranya; 1. Selalu ingin hadiah segera 2. Tidak mampu mengendalikan diri 3. Makan berlebihan 4. Tidak bertanggung jawab 5. Tidak paham apa itu "cukup", dll. Dalam islam sendiri, ajaran hidup sederhana erat kaitannya dengan pembentukan karakter syukur. Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia juga tidak akan mensyukuri yang banyak.  [HR. Ahmad, 4/278] Anak yang tidak bisa mensyukuri makan nasi tempe tahu, akan sulit mensyukuri makanan yang lebih mewah daripada itu. Anak yang tidak bisa mensyukuri jatah gadget 15 menit sehari, akan sulit bersyukur dikasih jatah gadget berapa lama pun. Anak yang tidak bisa mensyukuri liburan murah meriah, akan sulit bersyukur ketika diajak liburan mewah. Akhirnya anak tidak tahu apa itu cukup, dan sulit bahagia kecuali level rewardnya dinaikkan terus. Dalam mendidik kesederhanaan, orang tua harus menjadi teladan.

Doa Menolak Wabah Penyakit

اللهم إن هذا المرض جند من جنودك Allahumma inna hadzal marodho jundun min junuudika تصيب به من تشاء وتصرفه عمن تشاء Tushiibu bihi man tasyaaa', wa tashrifuhu 'an man tasyaaa' اللهم فاصرفه عناوعن بيوتنا وعن والدينا وازواجنا واهلنا وبلادنا وبلادالمسلمين و كل بلاد Allahumma fashrifhu 'annaa wa 'an buyuutinaa wa 'an waalidiinaa wa azwajinaa wa ahlinaa wa bilaadinaa wa bilaadil muslimiin wa kulli bilaad وحفظها مما نحافه ونحذر Wahfazhnaa mimmaa nakhoofuhu wa nahdzar فانت خير حافظ وانت ارحم الراحمين Fa Anta khoirun haafizho Wa Anta arhamur raahimiin Ya Allah, sesungguhnya penyakit ini adalah salah satu tentaramu Engkau timpakan kepada siapa saja yang Engkau kehendaki, dan Engkau hindarkan darinya siapa saja yang Engkau kehendaki Ya Allah, hindarkanlah penyakit ini dari kami, dari rumah-rumah kami, hindarkan dari orang tua kami, pasangan-pasangan kami, keluarga kami, dari negeri kami dan negeri kaum muslimin dan dari seluruh negeri. Dan lindungilah kami d