Di antara metode pendidikan anak yang dicontohkan manusia pilihan langit diceritakan dalam cuplikan kisah berikut:
"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: 'Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!' Ia menjawab: 'Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar'."
[QS. As-Shaffat: 102]
Mimpi para Nabi as, berdasarkan Aqidah Islam adalah bagian dari wahyu. Sehingga menjadi kewajiban bagi para Nabi as untuk melaksanakannya.
Namun, lihatlah bagaimana Ibrahim as mengkomunikasikan kewajiban ilahiah ini kepada anaknya;
".. Maka pikirkanlah, apa pendapatmu? "
Sebuah dialog, bahkan ketika kontennya adalah sesuatu yang sangat prinsip; wahyu Allah.
Inilah salah satu metode pendidikan anak yang sangat penting. Mengajaknya dialog.
Jika Ibrahim as masih membuka dialog dengan anaknya bahkan untuk konten yang sangat prinsipil sekalipun, maka dialog dalam konten yang di luar itu tentu lebih digalakkan.
Maka tidak tepat, bila orang tua memaksakan keinginannya begitu saja dalam pendidikan anak.
Misalnya;
"Pokoknya ga boleh jajan sembarangan"
Kalimat seperti ini hendaknya diubah menjadi;
"Nak, menurut Bunda jajan sembarangan itu tidak sehat. Bagaimana menurutmu?"
Atau kalimat:
"Awas kalau ga ngaji ya!"
Hendaknya diubah menjadi:
"Nak, Allah yang menciptakan kita sangat suka jika kita mengaji, maka bagaimana menurutmu?"
Dst.
Dialog, memang terkesan melelahkan dan memakan waktu lebih lama dibanding perintah satu arah.
Tapi jangan-jangan, perintah satu arah justru menghabiskan waktu lebih lama, karena tidak menumbuhkan pemahaman pada anak, sehingga perlu diulang-ulang terus. Apalagi kalau perintahnya sambil marah dan memicu cek-cok mulut, malah lebih melelahkan.
Maka pikirkanlah, apa pendapatmu, wahai para orang tua.
Wallahu a`lam
===
Hikmah dari Kuliah Shubuh Masjid Baitussalam, Bogor Raya Permai
29 Dzulqa`dah 1439H
Komentar
Posting Komentar