Langsung ke konten utama

Terbunuhnya Seorang Ulama Salaf di Tangan Pemimpin Zhalim


Telah mayshur dalam sejarah peristiwa pembunuhan rakyat secara besar-besaran di era pemerintahan Hajaj bin Yusuf.

Pembunuhan dilakukan kepada mereka yang tidak mendukung Hajaj bin Yusuf ketika terjadi pemberontakan Abdurrahman bin Asy'ats.

Di antara korban kezhaliman tersebut, juga terdapat seorang ulama besar; Said bin Jubair.

Ulama yang bahkan diakui ke'alimannya oleh sahabat Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu, sehingga bila ada penduduk Kufah yang meminta fatwa kepada Ibnu Abbas, maka dijawab;

"Bukankah di antara kalian ada Ibnu Ummu Ad-Duhama (Said bin Jubair)?".

Pada tahun 95 H, setelah bersembunyi selama ±12 tahun, akhirnya Said bin Jubair ditangkap dan dibawa ke hadapan Hajaj bin Yusuf.

Berikut cuplikan rekaman percakapan Hajjaj dan Said bin Jubair menjelang hukuman mati sang ulama.

Hajjaj: “Bagaimana pendapatmu tentang diriku?”

Sa’id: “Engkau lebih tahu tentang dirimu sendiri.”

Hajjaj: “Aku ingin mendengarkan pendapatmu.”

Sa’id: “Itu akan menyakitkan dan menjengkelkanmu.”

Hajjaj: “Aku harus tahu dan mendengarnya darimu.”

Sa’id: “Yang kuketahui, engkau telah melanggar Kitabullah, engkau mengutamakan hal-hal yang kelihatan hebat padahal justru membawamu ke arah kehancuran dan menjurumuskanmu ke neraka.”

Hajjaj: “Kalau begitu, demi Allah aku akan membunuhmu.”

Sa’id: “Bila demikian, maka engkau merusak duniaku dan aku merusak akhiratmu.”

Hajjaj: “Pilihlah bagi dirimu cara-cara kematian yang kau sukai.”

Sa’id: “Pilihlah sendiri wahai Hajjaj. Demi Allah, untuk setiap cara yang kau lakukan, Allah akan membalasmu dengan cara yang setimpal di akhirat nanti.”

Hajjaj: “Tidakkah engkau menginginkan ampunanku?”

Sa’id: “Ampunan itu hanyalah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedangkan engkau tak punya ampunan dan alasan lagi di hadapan-Nya.”

Memuncaklah kemarahan Hajjaj. Kepada algojonya diperintahkan: “Siapkan pedang dan alasnya!”

Sa’id tersenyum mendengarnya, sehingga bertanyalah Hajjaj,

Hajjaj: “Mengapa engkau tersenyum?”

Sa’id: “Aku takjub atas kecongkakanmu terhadap Allah dan kelapangan Allah terhadapmu.”

Hajjaj: “Bunuh dia sekarang!”

Sa’id: (Menghadap kiblat sambil membaca firman Allah Ta’ala):

“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.” (QS. Al-An’am: 79)

Hajjaj: “Palingkan ia dari kiblat!”

Sa’id: (Membaca firman Allah Ta’ala)

“Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah.” (QS. Al-Baqarah: 115)

Hajjaj: “Sungkurkan dia ke tanah!”

Sa’id: (Membaca firman Allah Ta’ala)

“Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.” (QS. Thaha: 55)

Hajjaj: “Sembelihlah musuh Allah ini! Aku belum pernah menjumpai orang yang suka berdalih dengan ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala seperti dia.”

Sa’id: (Mengangkat kedua tangannya sambil berdoa), “Ya Allah jangan lagi Kau beri kesemaptan ia melakukannya atas orang lain setelah aku.”

Tak lebih dari lima belas hari setelah wafatnya Sa’id bin Jubair, mendadak Hajjaj bin Yusuf terserang demam. Kian hari suhu tubuhnya makin meningkat dan bertambah parah rasa sakitnya hingga keadaannya silih berganti antara pingsan dan siuman. Tidurnya tak lagi nyenyak, sebentar-sebentar terbangun dengan ketakutan dan mengigau: “Ini Sa’id bin Jubair hendak menerkamku! Ini Sa’id bin Jubair berkata: “Mengapa engkau membunuhku?” Dia menangis tersedu-sedu menyesali diri: “Apa yang telah aku perbuat atas Sa’id bin Jubair? Kembalikan Sa’id bin Jubair kepadaku!”

Kondisi itu terus berlangsung hingga dia meninggal. Setelah kematian Hajjaj, seorang kawannya pernah memimpikannya. Dalam mimpinya itu dia bertanya kepada Hajjaj: “Apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perbuat terhadapmu setelah membunuh orang-orang itu, wahai Hajjaj?”

Dia menjawab, “Aku disiksa dengan siksaan yang setimpal atas setiap orang tersebut, tapi untuk kematian Sa’id bin Jubair aku disiksa 70 kali lipat.”

Demikianlah kisah Said bin Jubair, ulama mujahid yang istiqomah melawan kezhaliman hingga akhir hayatnya. 

Said bin Jubair telah menunaikan salah satu jihad tertinggi; berkata benar di hadapan pemimpin zhalim.

Semoga Allah menghancurkan segala kezhaliman dan menjaga kaum muslimin dengan penuh keselamatan.


Bogor, 4 Jumadil Awwal 1442

===
Referensi:
https://kisahmuslim.com/2849-tokoh-tabiin-said-bin-jubair.html

60 Biografi Ulama Salaf, Syaikh Ahmad Farid.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Orang Tua Dulu Bisa Mengasuh Anak Tanpa Ilmu Parenting?

Ada banyak versi jawaban terkait hal ini. Berikut ini hanya salah satunya saja, versi pribadi. Bisa jadi sangat kontroversial. Silahkan diskip jika tidak sepakat. Atau disebarkan, jika manfaat. Mungkin, pengasuhan orang tua kita zaman dulu berhasil, tanpa ikut seminar parenting, karena kesholihan mereka. Suksesnya pengasuhan seorang anak itu karena hidayah Allah. Bukan karena keahlian orang tuanya, atau keahlian konsultan, psikolog, dsb. Jika demikian, maka cara utama tuk mengasuh anak adalah dengan mendekat ke Sang Pemilik Hidayah. Menjadi orang tua sholih. Sholih bukan hanya terbatas rajin sholat, rajin sedekah, rajin ke masjid dll. Tapi sholih yang utama juga termasuk ibadah hati berupa tulus ikhlas, syukur, dan sabar. Mungkin orang tua kita zaman dulu tidak banyak jumlah ngaji dan sholatnya. Tapi bisa jadi setiap kalinya dilakukan dengan hati penuh ikhlas, syukur, dan sabar. Maka itulah penyebab datangnya hidayah Allah, dalam pertumbuhan anak-anak mereka. Atau juga mung

Bahaya Hidup Sederhana bagi Anak?

Menurut Psikolog David J Bredehoft PhD, anak yang tidak terdidik hidup sederhana akan mengakibatkan, di antaranya; 1. Selalu ingin hadiah segera 2. Tidak mampu mengendalikan diri 3. Makan berlebihan 4. Tidak bertanggung jawab 5. Tidak paham apa itu "cukup", dll. Dalam islam sendiri, ajaran hidup sederhana erat kaitannya dengan pembentukan karakter syukur. Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia juga tidak akan mensyukuri yang banyak.  [HR. Ahmad, 4/278] Anak yang tidak bisa mensyukuri makan nasi tempe tahu, akan sulit mensyukuri makanan yang lebih mewah daripada itu. Anak yang tidak bisa mensyukuri jatah gadget 15 menit sehari, akan sulit bersyukur dikasih jatah gadget berapa lama pun. Anak yang tidak bisa mensyukuri liburan murah meriah, akan sulit bersyukur ketika diajak liburan mewah. Akhirnya anak tidak tahu apa itu cukup, dan sulit bahagia kecuali level rewardnya dinaikkan terus. Dalam mendidik kesederhanaan, orang tua harus menjadi teladan.

Doa Menolak Wabah Penyakit

اللهم إن هذا المرض جند من جنودك Allahumma inna hadzal marodho jundun min junuudika تصيب به من تشاء وتصرفه عمن تشاء Tushiibu bihi man tasyaaa', wa tashrifuhu 'an man tasyaaa' اللهم فاصرفه عناوعن بيوتنا وعن والدينا وازواجنا واهلنا وبلادنا وبلادالمسلمين و كل بلاد Allahumma fashrifhu 'annaa wa 'an buyuutinaa wa 'an waalidiinaa wa azwajinaa wa ahlinaa wa bilaadinaa wa bilaadil muslimiin wa kulli bilaad وحفظها مما نحافه ونحذر Wahfazhnaa mimmaa nakhoofuhu wa nahdzar فانت خير حافظ وانت ارحم الراحمين Fa Anta khoirun haafizho Wa Anta arhamur raahimiin Ya Allah, sesungguhnya penyakit ini adalah salah satu tentaramu Engkau timpakan kepada siapa saja yang Engkau kehendaki, dan Engkau hindarkan darinya siapa saja yang Engkau kehendaki Ya Allah, hindarkanlah penyakit ini dari kami, dari rumah-rumah kami, hindarkan dari orang tua kami, pasangan-pasangan kami, keluarga kami, dari negeri kami dan negeri kaum muslimin dan dari seluruh negeri. Dan lindungilah kami d