Langsung ke konten utama

Sunnah itu Menyatukan

Kisah nyata di sebuah Masjid di sebuah kota di Indonesia.

Dalam sebuah rapat DKM diputuskan bahwa Masjid berencana mendatangkan pengajar tahsin dari luar untuk memenuhi kebutuhan jamaah.

Salah seorang pengurus pun mengusulkan seorang syaikh, pemilik beberapa sanad qiroah dan sanad ilmu tajwid yang telah banyak mengajar di berbagai tempat.

Tak perlu waktu lama, usulan itu segera ditolak oleh DKM. Sebabnya? Seorang anggota DKM menemukan _sebuah_ foto syaikh tersebut di internet dengan pakaian isbal.

Hanya karena satu masalah yang masih diperselisihkan ulama antara makruh dan haram, dan hanya karena sebuah foto yang tidak dikonfirmasi ke pemilik foto, serta merta sanad qiroah dan ilmu tajwid yang dimiliki sang syaikh menjadi tidak berarti.

Serta merta sang syaikh dianggap bukan ahlus sunnah, bukan bermanhaj salaf, terlarang mengajar umat.

Begitu kecilnya nilai kemuliaan ilmu Al Quran di mata mereka, sehingga masalah cabang fikih bisa menghapus kemuliaan ilmu firman Allah tersebut dengan mudahnya.

Apakah begitu sunnah mengajarkan kaum muslimin menghakimi sesama saudaranya?

Bukankah ahlus sunnah atau salaf itu adalah manhaj bukan mazhab?

Lalu mengapa seseorang bisa dikeluarkan dari kelompok ahlus sunnah hanya karena pandangan fikihnya? Padahal sama sama mengambil hukum dari ulama salaf?

Sebagian yang mengaku ahlus sunnah, menganggap ahus sunnah itu seperti mazhab, walau mereka sendiri tidak menyadarinya. Merasa punya pemahaman utuh atas wawasan yang sepotong.

Sehingga begitu mudahnya mereka mengeluarkan seseorang dari ahlus sunnah hanya karena perbedaan cabang fikih, yang jika mereka mau tamasya ilmu tentu akan menemukan bahwa perbedaan itu telah ada sejak zaman ulama salafush sholeh.

Jika kita meyakini bahwa golongan yang selamat itu hanya satu yaitu ahlus sunnah, maka menghakimi seseorang keluar dari sunnah berarti menghakimi seseorang itu celaka.

Apakah begitu sunnah mengajarkan kaum muslimin menghakimi sesama saudaranya?

Sunnah itu menyatukan, menjadi solusi atas segala perbedaan fikih, karena mereka bersatu belandaskan manhaj, jalan dan metode, bukan berdasarkan kesimpulan fikih.

Fikih bisa berbeda, pemahaman terhadap dalil secara tekstual bisa beragam, namun jalan yang dituju sama, tersatukan, dalam jalan mengikuti aturan Al Quran dan As Sunnah, jalan meneladani Rasulullah shallallahu `alaihi wasallam dan para sahabatnya radhiallahu `anhum.

Inilah manhaj, bukan mazhab. Inilah sunnah yang menyatukan, bukan yang menghakimi apalagi dengan mudah mengeluarkan saudara seiman.

Semoga Allah lapangkan dada kaum muslimin dan satukan mereka di jalan sunnah yang penuh keberkahan dan kasih sayang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Orang Tua Dulu Bisa Mengasuh Anak Tanpa Ilmu Parenting?

Ada banyak versi jawaban terkait hal ini. Berikut ini hanya salah satunya saja, versi pribadi. Bisa jadi sangat kontroversial. Silahkan diskip jika tidak sepakat. Atau disebarkan, jika manfaat. Mungkin, pengasuhan orang tua kita zaman dulu berhasil, tanpa ikut seminar parenting, karena kesholihan mereka. Suksesnya pengasuhan seorang anak itu karena hidayah Allah. Bukan karena keahlian orang tuanya, atau keahlian konsultan, psikolog, dsb. Jika demikian, maka cara utama tuk mengasuh anak adalah dengan mendekat ke Sang Pemilik Hidayah. Menjadi orang tua sholih. Sholih bukan hanya terbatas rajin sholat, rajin sedekah, rajin ke masjid dll. Tapi sholih yang utama juga termasuk ibadah hati berupa tulus ikhlas, syukur, dan sabar. Mungkin orang tua kita zaman dulu tidak banyak jumlah ngaji dan sholatnya. Tapi bisa jadi setiap kalinya dilakukan dengan hati penuh ikhlas, syukur, dan sabar. Maka itulah penyebab datangnya hidayah Allah, dalam pertumbuhan anak-anak mereka. Atau juga mung

Bahaya Hidup Sederhana bagi Anak?

Menurut Psikolog David J Bredehoft PhD, anak yang tidak terdidik hidup sederhana akan mengakibatkan, di antaranya; 1. Selalu ingin hadiah segera 2. Tidak mampu mengendalikan diri 3. Makan berlebihan 4. Tidak bertanggung jawab 5. Tidak paham apa itu "cukup", dll. Dalam islam sendiri, ajaran hidup sederhana erat kaitannya dengan pembentukan karakter syukur. Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia juga tidak akan mensyukuri yang banyak.  [HR. Ahmad, 4/278] Anak yang tidak bisa mensyukuri makan nasi tempe tahu, akan sulit mensyukuri makanan yang lebih mewah daripada itu. Anak yang tidak bisa mensyukuri jatah gadget 15 menit sehari, akan sulit bersyukur dikasih jatah gadget berapa lama pun. Anak yang tidak bisa mensyukuri liburan murah meriah, akan sulit bersyukur ketika diajak liburan mewah. Akhirnya anak tidak tahu apa itu cukup, dan sulit bahagia kecuali level rewardnya dinaikkan terus. Dalam mendidik kesederhanaan, orang tua harus menjadi teladan.

Doa Menolak Wabah Penyakit

اللهم إن هذا المرض جند من جنودك Allahumma inna hadzal marodho jundun min junuudika تصيب به من تشاء وتصرفه عمن تشاء Tushiibu bihi man tasyaaa', wa tashrifuhu 'an man tasyaaa' اللهم فاصرفه عناوعن بيوتنا وعن والدينا وازواجنا واهلنا وبلادنا وبلادالمسلمين و كل بلاد Allahumma fashrifhu 'annaa wa 'an buyuutinaa wa 'an waalidiinaa wa azwajinaa wa ahlinaa wa bilaadinaa wa bilaadil muslimiin wa kulli bilaad وحفظها مما نحافه ونحذر Wahfazhnaa mimmaa nakhoofuhu wa nahdzar فانت خير حافظ وانت ارحم الراحمين Fa Anta khoirun haafizho Wa Anta arhamur raahimiin Ya Allah, sesungguhnya penyakit ini adalah salah satu tentaramu Engkau timpakan kepada siapa saja yang Engkau kehendaki, dan Engkau hindarkan darinya siapa saja yang Engkau kehendaki Ya Allah, hindarkanlah penyakit ini dari kami, dari rumah-rumah kami, hindarkan dari orang tua kami, pasangan-pasangan kami, keluarga kami, dari negeri kami dan negeri kaum muslimin dan dari seluruh negeri. Dan lindungilah kami d